Langsung ke konten utama

UJI PENGARUH SABUN ANTISEPTIK TERHADAP BAKTERI TANGAN

1.    HASIL PRAKTIKUM

Tabel hasil praktikum uji pengaruh sabun antiseptik terhadap bakteri tangan:

Jenis Tabung
Tingkat Kekeruhan
Tabung 3A
+++
Tabung 3B
+

Keterangan      :
Tabung 3A      : sebelum cuci tangan
Tabung 3B      : setelah cuci tangan
+++                 : tingkat kekeruhan tinggi
++                    : tingkat kekeruhan sedang
+                      : tingkat kekeruhan rendah

2.    PEMBAHASAN
            Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, tabung 3A (berisi kapas yang telah dibasahi dengan pottasium phosphat buffered saline lalu dioleskan pada telapak tangan bagian bawah ibu jari tanpa mencuci tangan lebih dulu) menunjukkan kekeruhan yang lebih tinggi dibanding tabung 3B (berisi kapas yang telah dibasahi dengan pottasium phosphat buffered saline lalu dioleskan pada telapak tangan yang sama seperti sebelumnya tetapi terlebih dahulu dicuci dengan sabun antiseptik). Hal ini menunjukkan bahwa setelah mencuci tangan menggunakan sabun antiseptik, bakteri dalam tangan berkurang jumlahnya.
Tangan merupakan sumber perpindahan kuman, bakteri, dan virus berbahaya yang dapat menjangkit manusia. Kontak antara tangan dengan berbagai jenis benda di lingkungan setiap saat menjadi faktor yang meningkatkan risiko dan jumlah bakteri yang dapat masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu, menjaga kebersihan tangan setiap saat, meskipun sederhana, tetapi dapat memberikan efek yang cukup berarti pada kesehatan. Menurut Rachmayanti dalam Desiyanto dan Djannah (2013) cuci tangan memakai sabun yang dipraktikkan secara tepat dan benar merupakan cara termudah dan efektif untuk mencegah berjangkitnya penyakit. Mencuci tangan dengan air dan sabun dapat lebih efektif menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit seperti virus, bakteri dan parasit lainnya pada kedua tangan. Oleh karenanya, mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun dapat lebih efektif membersihkan kotoran dan telur cacing yang menempel pada permukaan kulit, kuku dan jari-jari pada kedua tangan.
Menurut Jawetz et al (2001) salah satu bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pada kulit adalah Staphylococcus aureus (gram positif) dan Escherichia coli (gram negatif). Infeksi kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dapat berupa jerawat dan impetigo, sedangkan Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang sering menyebabkan infeksi diare pada manusia yang dapat ditularkan melalui air maupun tangan yang kotor.
Berdasarkan hasil praktikum bahwa tabung 3B lebih jernih dibandingkan tabung 3A selain penggunaan sabun antiseptik, faktor lain yang mempengaruhi kemungkinan adalah teknik mencuci tangan dari probandus yang sudah sesuai dengan anjuran WHO dan faktor alat yang masih steril yang digunakan dalam praktikum. Oleh karena itu hasil praktikum membuktikan bahwa dengan mencuci tangan menggunakan sabun antiseptik terbukti dapat mengurangi jumlah bakteri dalam tangan.
            Menurut Rachmawati dan Triyana (2008) sabun antiseptik mengandung komposisi khusus yang berfungsi sebagai antibakteri. Di dalam sabun, triclosan dan triclocarban merupakan zat antibakteri yang paling sering ditambahkan. Bahan inilah yang berfungsi mengurangi jumlah bakteri berbahaya pada kulit. Ada juga sabun antiseptik yang menggunakan choroxylenol untuk membunuh bakteri. Sabun antiseptik yang baik harus memiliki standar khusus. Pertama, sabun harus efektif menyingkirkan kotoran. Kedua, sabun tidak merusak kesehatan kulit, karena kulit yang sehat adalah bagian dari sistem kekebalan tubuh.
           
3.    KESIMPULAN
·         Mencuci tangan dengan sabun antiseptik terbukti mampu mengurangi jumlah bakteri di tangan.
·         Faktor yang mempengaruhi keberhasilan uji pengaruh sabun antiseptik terhadap bakteri tangan dipengaruhi oleh teknik mencuci tangan yang benar serta kesterilan alat yang digunakan.

4.    DAFTAR PUSTAKA

Desiyanto, F.A & Djannah, SN. 2013. Efektivitas Mencuci Tangan Menggunakan Cairan Pembersih Tangan Antiseptik (Hand Sanitizer) Terhadap Jumlah Angka Kuman. Jurnal Kesmas. Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Vol. 7, No. 2.
Jawetz, E. L. dan E. A. Adelberg. 2001. Mikrobiologi Kedokteran Buku ke 1. Terjemahan dari Medical Microbiology, Twenty Second Ed, oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta: Salemba Medika.

Rachmawati, F.J & Triyana,S.Y. 2008. Perbandingan Angka Kuman Pada Cuci Tangan Dengan Beberapa Bahan Sebagai Standarisasi Kerja Di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Jurnal Logika. Vol5. No1.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBANDINGAN TEKNIK OKLUSAL DENGAN TEKNIK MDCT DAN TEKNIK PANORAMIK UNTUK MENUNJANG PEMERIKSAAN IMPAKSI

BAB I PENDAHULUAN   1.1   Latar Belakang Gigi impaksi adalah gigi yang tidak dapat atau tidak akan dapat bererupsi ke dalam posisi fungsional normalnya, karena itu dikategorikan sebagai patologik dan membutuhkan perawatan (Peterson, 2004). Gigi disebut impaksi ketika gigi tersebut gagal untuk bererupsi secara keseluruhan ke dalam kavitas oral dalam jangka waktu perkembangan yang diharapkan dan tidak dapat lagi diharapkan untuk bererupsi. Radiologi kedokteran gigi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang memberikan informasi diagnostik yang berguna dan akan mempengaruhi rencana perawatan, sering kali untuk mencari beberapa tanda atau gejala klinis atau menemukan riwayat pasien yang memerlukan pemeriksaan radiologis. Hingga saat ini dental radiografi menjadi salah satu peralatan penting yang digunakan dalam perawatan kedokteran gigi modern. Teknik radiografi intraoral maupun ekstraoral merupakan prosedur umum yang dilakukan oleh dokter gigi dalam membantu pen...

KONSULTASI DAN RUJUKAN

A.     Latar Belakang Terwujudnya keadaan sehat merupakan kehendak semua pihak tidak hanya oleh orang perorang atau keluarga, tetapi juga oleh kelompok dan bahkan oleh seluruh anggota masyarakat. Untuk mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak upaya yang harus dilaksanakan, diantaranya adalah upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilakukan secara menyeluruh oleh dokter keluarga. Namun, dalam pelaksanaannya pelayanan kedokteran keluarga terhadap pasien harus disesu ai kan dengan kemampuannya. Apabila menghadapi masalah kesehatan khusus yang tidak dapat ditanggulangi, dokter keluarga harus melakukan konsultasi maupun rujukan. Adakalanya cukup dengan melakukan konsultasi kepada dokter lain yang lebih ahli pada bidang tertentu, tetapi kadang perlu langsung merujuknya agar memperoleh penanganan dokter ahli tersebut sesuai kewenangannya. Konsultasi adalah upaya meminta bantuan profesional penanganan suatu kasus tertentu yang sedang ditangani oleh seorang...